Senin, 18 Februari 2013

Sudut Kota: Menikmati Keindahan Kembang Api di Malam Imlek 2013.



(Kembang Api saat perayaan Imlek Tanjung Selor 2013)
Menikmati keindahan kembang api dalam suatu perayaan menjadi kenikmatan tersendiri untuk menghibur hati.dikota kecil kami seperti Tanjung Selor Ini, perayaan kembang api dalam skala besar biasanya hanya terjadi pada tiga perayaan besar saja yakni malam menjelang Idul Fitri, malam pergantian Tahun dan perayaan Imlek, yang terakhir ini terbilang baru dilaksanakan beberapa tahun yang lalu.

Semangat imlek yang dibawa pada tahun ular air ini sejatinya sama pada perayaan-perayaan imlek tahun lalu, selalu di suguhkan dengan kemeriahan kembang api. Dulu perayaan Imlek biasanya hanya dirayakan secara sederhana oleh komunitas tionghoa di Bulungan, semenjak Presiden Abdurrahman Wahid menjadikan imlek sebagai perayaan dalam almanak tanggal merah di Indonesia, imlek yang dulunya tertutup menjadi lebih terbuka dan ceria.

Di Tanjung Selor hal tersebut juga disambut oleh komunitas tionghoa yang juga ternyata mendapat tempat dimasyarakat. Bahkan para pelaut yang kebetulan mampir di dermaga kota kecil ini menyatakan imlek yang dilaksanakan di tanjung selor selalu meriah bila dibanding di Surabaya, menurut mereka “orang Tanjung” lebih terbuka punya toleransi yang tinggi antar pemeluk beragamapun demikian dengan komunitas Tionghoa.

Masyarakat Tionghoa yang lama tertutup mulai membuka diri dan menjadikan perayaan imlek menjadi bagian dari perayaan yang tak hanya dinikmati dikalangan mereka, mereka mulai membuka diri dengan mengadakan pawai tahunan, pesta kembang api yang melibatkan masyarakat serta menyajikan tarian barongsai dan liong dipersembahkan kepada masyarakat tanjung selor sebagai wujud persatuan dan pembauran dimasyarakat dan masyarakat Tanjung Selorpun sudah lama menerima mereka dengan tangan terbuka bahkan sejak beberapa abad yang lalu.

Pada perayaan Imlek dan Cap Go Meh inilah, masyarakat tionghoa menumpahkan perasaan syukur dan pengharapan mereka agar senantiasa hidup berdampingan dengan rasa damai dan cinta dan terhindar dari kejadian-kejadian buruk dimasa mendatang. 

Kembali ke perayaan kembang api, suasana malam itu tanggal 16 Februari 2013, memang cukup padat lampion dipasang memagari kota, namun keseluruhan acara dipusatkan dikawasan pecinan lama, ini bisa dilihat dari banyaknya lampion berwarna merah keemasan yang dipajang sepanjang jalan dari samping kantor Perusda lama hingga ke toko batu yang melewati kelenteng Tae Pek Kong. Suasana meriah sehingga jalan terpaksa ditutup dikawasan dekat pinggir sungai kayan itu. Selain kawasan pinggir sungai kayan itu merupakan kawasan pecinan lama, juga menjadi kebiasaan bahwa kembang api yang diletupkan dalam skala besar harus ditembakkan dari sungai kayan, biasanya dibawa diatas kapal. Suasana meriah tak hanya menghiasi kota Tanjung Selor, kembang api juga menciptakan kesan indah malam itu dirasakan di Tanjung Palas, kota lawas dimasa Kesultanan Bulungan yang berhadapan dengan Tanjung Selor.

Saya dan seorang sahabat yang membawa serta beberapa keponakannya turut menikmati sajian keindahan letupan kembang api dari atas dermaga, agak luas daya pandang yang saya dapat untuk menikmati kembang api di tahun ular air ini, bagi saya menikmati kembang api seperti cukup menghibur diri, untuk sebuah kota pelabuhan kecil seperti tanjung selor ini, menikmati suguhan kembang api memang menyenangkan. (zee)    

Gambar-gambar suasana kembang Api Imlek 2013

 

Selasa, 12 Februari 2013

Sudut kota: menikmati keindahan Tanjung Selor dari Bukit Kota.


(Salah satu dudut kota yang terlihat dari kejauhan)

Jika tak terlalu sibuk, salah satu kesenangan saya jika sore adalah hiking sambil menyusuri kawasan dari bandara, memutar keatas bukit dekat kolam buaya lama hingga turun menuju lapangan agatis, saya senang dengan pemandangan yang menarik hati yang saya dapat tiap melakukan perjalanan, selalu saja mata dimanjakan dengan pemandangan indah walau menyusuri rute yang sama.

Salah satu pos pemberhentian saya adalah puncak bukit yang berdekatan dengan Pura Jagat Benuanta, pura yang dibangun diatas bukit tersebut memang terbilang baru dalam beberapa tahun ini karena memang ini adalah satu-satunya tempat peribadatan umat Hindu di Tanjung Selor. Pemandangan dari atas kala sore merayap menjadi pemandangan yang spektakuler bagi saya. 

Kota Tanjung selor yang mungil terlihat cukup jauh dari ketinggian bukit ini, lanskap kota terlihat menawan jika diperhatikan dari sudut yang berbeda dari biasa saya saksikan. Menikmati matahari sore diatas pebukitan, memang menjadi salah satu kesenangan tersediri yang bagi saya. (Zee) 

Senin, 11 Februari 2013

Sudut kota: menikmati senja di tepi kayan



(Menikmati senja di tepi Kayan, mengagumi keindahan ciptaan Tuhan)

Kadang menjadi semacam rutinitas pelepas lelah duduk-duduk di siring Kampong Arab begitu senja mulai menapak di langit bulungan, ada kenikmatan tersendiri bila menyaksikan mentari turun keperaduan menjelang malam penuh gemintang.

Sungai kayan menjadi semacam panggung yang memikat ketika menikmati pertunjukan spektakuler yang membuat lidah berdecak kagum sembari mengucap. “ Subhanallah … bersyukur betapa nikmatnya Allah memberi kesempatan untuk menikmati karunia keindahannya dikota kecil Tanjung Selor ini.

Matahari yang pulang ke peraduan, sembunyi dibalik keindahan gunung putih yang masyhur namanya semenjak awal bangsa Bulungan mendiami tanah keramat ini, mendirikan kesultanan yang mashur namanya melintas negeri. 

Dalam tafakur dikeheningan senja, azan magrib memanggil saya untuk menghadap sang khalik, mengucap puja-puji dan syukur yang tak akan ada habisnya …  (Zee).

Ketika Senja Turun di Tepi Kayan

 

Jumat, 08 Februari 2013

Sudut Kota : Menelusuri Jejak-jejak Grafiti Kota Tanjung Selor.

(Grafiti, seni atau vandalisme? biarkan masyarakat yang menilainya}

Bicara soal grafiti, memang banyak hal yang menarik, ada yang mengelompokannya sebagai seni adapula yang tidak. Grafiti, bila merujuk pada pengertian sederhananya adalah coret-coretan pada dinding yang menguraikan berbagai komposisi warna, garis, bentuk dan volume untuk menuliskan atau menggambarkan simbol, kata atau kalimat tertentu. Umumnya seorang Bomber, -istilah yang digunakan untuk menyebut seniman grafiti,- tidak menggunakan spidol atau atau kuas yang biasa di gunakan pada kanvas melainkan menggunakan cat semprot kaleng.

Grafiti dalam khazanah seni dunia sendiri menimbulkan perdebatan sengit, memang kegiatan melukis dinding sudah terjadi jauh sebelumnya, namun perkembangan yang sangat signifikan terjadi sekitar tahun 70-80 an disekitar Eropa dan Amerika. Grafiti sendiri memiliki banyak pengagum, pun demikian ia juga memiliki banyak musuh, mengapa? sebab grafiti oleh sebagian orang dipandang sebagai bentuk vandalisme atau perusakan pasilitas umum (publik) secara tak langsung, sehingga sudut-sudut kota terlihat kumuh. Bagi para seniman dan pengagum seni jalanan, grafiti merupakan bagian dari mahakarya dan penyampaian aspirasi sosial yang tak terdengar, melalui seni jenis ini, mereka menunjukan pada publik bahwa ada aspirasi dari kelompok marginal atau terpinggirkan yang patut didengar suaranya. Seni juga bagi para penggiat grafiti tak mengenal keterbatasan ruang dan waktu, tak mengenal batasan sosial kaya atau miskin, lebih jauh grafiti menurut mereka lebih dinamis daripada seni lukis lainnya.

Sedikit catatan, di Amerika grafiti yang awalnya menyebar secara cepat mulai diredam keberadaannya, karena dianggap sebagai bagaian dari pemicu perang antar Gang dan peningkatan kriminalitas sehingga beberapa negara bagian seperti San diego, California dan New York sudah menetapkan kegiatan tersebut sebagai tindakan ilegal. Tak semua memiliki pandangan yang sama, di Belanda atau bahkan di Kota Jogja (Indonesia) misalnya seni grafiti justru mendapat tempat tersendiri dan para senimannya diberi ruang untuk berkarya.

Untuk mengidentifikasi pola pembuatnya, para pengamat mengelompokan jenis kegiatan grafitisi dari sudut para pelakunya di bagi dua macam, yakni : 

Gang Grafiti, yaitu grafiti yang berfungsi sebagai identifikasi daerah kekuasaan suatu kelompok. Sama seperti perilaku singa yang kerap melakukan ekspedisi teritorial untuk menetapkan wilayah buruannya, perilaku yang sama dilakukan oleh pelaku grafiti ini, entah menulis nama geng, gabungan geng, para anggota kelompok maupun tulisan yang berbicara tentang kondisi dalam kelompok tersebut.

Kemudian ada juga yang disebut Tangging Grafiti, jenis grafiti ini umumnya bertujuan memperkenalkan seseorang atau sebuah kelompok tanpa ada unsur penetapan teritorial atau wilayah kekuasaan kelompok tertentu, karena jenis grafiti ini semakin banyak bertebaran disudut-sudut kota makin terkenallah para pelakunya, jenis ini bisa disebut sebagai seniman grafiti murni, karena umumnya mereka juga meninggalkan tangging atau tanda tangan tertentu yang mengidentifikasikan Bombernya atau kelompoknya.

Grafiti disudut-sudut kota Tanjung Selor.

Sejauh yang saya amati, kegiatan seniman jalanan seperti itu masih terbilang baru di Tanjung Selor, setidaknya dalam perkiraan saya baru terjadi dalam lima tahun terakhir ini. seniman-seniman grafiti di Tanjung selorpun tak banyak diketahui, saya lebih senang menyebutnya sebagai silent artis alias seniman pendiam, mengapa? karena disinyalir kegiatan tersebut dilakukan sebisa mungkin tanpa sepengetahuan banyak orang, mungkin saja mereka beroperasi di malam hari. Hal itu bukan tanpa alasan, selain karena tak banyak tembok yang dapat digunakan, coret-coretan seperti itu juga dipandang sebagian orang terlihat seperti kegiatan vandalisme daripada sebuah karya seni, maklumlah di Tanjung Selor hal seperti itu tak selalu dapat diapresiasi. 

Dinding pertama dan paling menonjol bagi saya terlihat pada dinding yang terdapat pada sisi luar SDN 1 tanjung selor (di jalan Manggis), wilayah itu memang cendrung sunyi dimalam hari. Saya pribadi mengingat betul kemunculan grafiti ditempat itu awalnya hanya sedikit lama-kelamaan makain memenuhi tembok dari ujung ke ujung. Eksprasi seni yang saya perhatikan dalam lukisan ditembok itu cendrung berbicara tentang perasaan seseorang atau memperkenalkan kelompok tertentu, nampaknya grafiti jenis ini termasuk Tangging Grafiti, paling tidak saya peribadi tak menemukan nuansa ancaman atau penetapan teritorial yang menjurus pada kegiatan geng kriminal, hanya terdapat kesan anak-anak muda yang mencoba mengekspresikan perasaannya dalam bentuk grafiti, setidaknya kesan pertama itulah yang saya dapatkan.

Adapula yang terdapat pada tembok didepan SDN 5 tanjung Selor, kesan seni yang dihasilkan cendrung terlihat lebih halus, saya pikir pelakunya sudah pada tingkatan ahli, garis-garis yang dilekatkan pada tembok tersebut terlihat lebih lembut bila dibandingan pada tembok yang di luar SDN 1 tersebut. Hanya saja pada tembok yang terdapat didepan SDN 5 itu, saya tak merasakan kesan ekspresi grafiti, lebih terlihat bagi saya seperti seorang pelukis yang memindahkan hasil karyanya dari kanvas ke tembok kota, tak ada pesan sosial atau ekspresi pribadi yang digambarkan pada tembok itu melainkan hanya seperti lukisan yang terlihat menarik saja, bagi sebagain orang mungkin mereka lebih menyenangi bentuk grafiti yang demikan. Setidaknya itulah pandangan saya.

Bagimanapun itu, grafiti sangat mungkin dimasa mendatang akan lebih banyak lagi bertebaran, dan para senimannya akan semakin berani dalam  berkarya, sesuai dengan laju pertumbuhan daerah urban di kota, jika tak dipantau bisa saja gesekan antara para seniman jalanan tersebut dengan para pembuat kebijakan tata kelola kota mungkin akan lebih besar nantinya. (Zee)    

Beberapa Gambar Grafiti di Sudut2 Kota Tanjung Selor.