(Grafiti, seni atau vandalisme? biarkan masyarakat yang menilainya}
Bicara
soal grafiti, memang banyak hal yang menarik, ada yang mengelompokannya sebagai
seni adapula yang tidak. Grafiti, bila merujuk pada pengertian sederhananya adalah coret-coretan pada dinding yang menguraikan berbagai komposisi
warna, garis, bentuk dan volume untuk menuliskan atau menggambarkan simbol,
kata atau kalimat tertentu. Umumnya seorang Bomber, -istilah yang digunakan
untuk menyebut seniman grafiti,- tidak menggunakan spidol atau atau kuas yang
biasa di gunakan pada kanvas melainkan menggunakan cat semprot kaleng.
Grafiti
dalam khazanah seni dunia sendiri menimbulkan perdebatan sengit, memang
kegiatan melukis dinding sudah terjadi jauh sebelumnya, namun perkembangan yang
sangat signifikan terjadi sekitar tahun 70-80 an disekitar Eropa dan Amerika.
Grafiti sendiri memiliki banyak pengagum, pun demikian ia juga memiliki banyak
musuh, mengapa? sebab grafiti oleh sebagian orang dipandang sebagai bentuk vandalisme
atau perusakan pasilitas umum (publik) secara tak langsung, sehingga
sudut-sudut kota terlihat kumuh. Bagi para seniman dan pengagum seni jalanan,
grafiti merupakan bagian dari mahakarya dan penyampaian aspirasi sosial yang
tak terdengar, melalui seni jenis ini, mereka menunjukan pada publik bahwa ada
aspirasi dari kelompok marginal atau terpinggirkan yang patut didengar
suaranya. Seni juga bagi para penggiat grafiti tak mengenal keterbatasan ruang
dan waktu, tak mengenal batasan sosial kaya atau miskin, lebih jauh grafiti
menurut mereka lebih dinamis daripada seni lukis lainnya.
Sedikit
catatan, di Amerika grafiti yang awalnya menyebar secara cepat mulai diredam
keberadaannya, karena dianggap sebagai bagaian dari pemicu perang antar Gang
dan peningkatan kriminalitas sehingga beberapa negara bagian seperti San diego,
California dan New York sudah menetapkan kegiatan tersebut sebagai tindakan
ilegal. Tak semua memiliki pandangan yang sama, di Belanda atau bahkan di Kota
Jogja (Indonesia) misalnya seni grafiti justru mendapat tempat tersendiri dan
para senimannya diberi ruang untuk berkarya.
Untuk
mengidentifikasi pola pembuatnya, para pengamat mengelompokan jenis kegiatan
grafitisi dari sudut para pelakunya di bagi dua macam, yakni :
Gang
Grafiti, yaitu grafiti yang berfungsi sebagai identifikasi daerah kekuasaan
suatu kelompok. Sama seperti perilaku singa yang kerap melakukan ekspedisi
teritorial untuk menetapkan wilayah buruannya, perilaku yang sama dilakukan
oleh pelaku grafiti ini, entah menulis nama geng, gabungan geng, para anggota
kelompok maupun tulisan yang berbicara tentang kondisi dalam kelompok tersebut.
Kemudian
ada juga yang disebut Tangging Grafiti, jenis grafiti ini umumnya bertujuan
memperkenalkan seseorang atau sebuah kelompok tanpa ada unsur penetapan
teritorial atau wilayah kekuasaan kelompok tertentu, karena jenis grafiti ini
semakin banyak bertebaran disudut-sudut kota makin terkenallah para pelakunya,
jenis ini bisa disebut sebagai seniman grafiti murni, karena umumnya mereka
juga meninggalkan tangging atau tanda tangan tertentu yang mengidentifikasikan
Bombernya atau kelompoknya.
Grafiti disudut-sudut kota Tanjung Selor.
Sejauh
yang saya amati, kegiatan seniman jalanan seperti itu masih terbilang baru di
Tanjung Selor, setidaknya dalam perkiraan saya baru terjadi dalam lima tahun
terakhir ini. seniman-seniman grafiti di Tanjung selorpun tak banyak diketahui,
saya lebih senang menyebutnya sebagai silent artis alias seniman pendiam,
mengapa? karena disinyalir kegiatan tersebut dilakukan sebisa mungkin tanpa
sepengetahuan banyak orang, mungkin saja mereka beroperasi di malam hari. Hal
itu bukan tanpa alasan, selain karena tak banyak tembok yang dapat digunakan,
coret-coretan seperti itu juga dipandang sebagian orang terlihat seperti kegiatan
vandalisme daripada sebuah karya seni, maklumlah di Tanjung Selor hal seperti
itu tak selalu dapat diapresiasi.
Dinding
pertama dan paling menonjol bagi saya terlihat pada dinding yang terdapat pada
sisi luar SDN 1 tanjung selor (di jalan Manggis), wilayah itu memang cendrung
sunyi dimalam hari. Saya pribadi mengingat betul kemunculan grafiti ditempat
itu awalnya hanya sedikit lama-kelamaan makain memenuhi tembok dari ujung ke
ujung. Eksprasi seni yang saya perhatikan dalam lukisan ditembok itu cendrung
berbicara tentang perasaan seseorang atau memperkenalkan kelompok tertentu, nampaknya grafiti jenis ini termasuk
Tangging Grafiti, paling tidak saya peribadi
tak menemukan nuansa ancaman atau penetapan teritorial yang menjurus pada
kegiatan geng kriminal, hanya terdapat kesan anak-anak muda yang mencoba
mengekspresikan perasaannya dalam bentuk grafiti, setidaknya kesan pertama itulah yang
saya dapatkan.
Adapula
yang terdapat pada tembok didepan SDN 5 tanjung Selor, kesan seni yang
dihasilkan cendrung terlihat lebih halus, saya pikir pelakunya sudah pada
tingkatan ahli, garis-garis yang dilekatkan pada tembok tersebut terlihat lebih
lembut bila dibandingan pada tembok yang di luar SDN 1 tersebut. Hanya saja
pada tembok yang terdapat didepan SDN 5 itu, saya tak merasakan kesan ekspresi
grafiti, lebih terlihat bagi saya seperti seorang pelukis yang memindahkan
hasil karyanya dari kanvas ke tembok kota, tak ada pesan sosial atau ekspresi
pribadi yang digambarkan pada tembok itu melainkan hanya seperti lukisan yang
terlihat menarik saja, bagi sebagain orang mungkin mereka lebih menyenangi
bentuk grafiti yang demikan. Setidaknya itulah pandangan saya.
Bagimanapun
itu, grafiti sangat mungkin dimasa mendatang akan lebih banyak lagi bertebaran,
dan para senimannya akan semakin berani dalam
berkarya, sesuai dengan laju pertumbuhan daerah urban di kota, jika tak
dipantau bisa saja gesekan antara para seniman jalanan tersebut dengan para pembuat
kebijakan tata kelola kota mungkin akan lebih besar nantinya. (Zee)
Beberapa Gambar Grafiti di Sudut2 Kota Tanjung Selor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar