Bila
kawan senang berjalan-jalan sore, cobalah sejenak menikmati karya seni yang
dipajang oleh beberapa Bomber Bulungan yang ternyata masih eksis untuk berkarya
menghasilkan mahakarya grafiti di kota mungil Tanjung Selor ini.
Para Bomber kembali unjuk gigi.
Beberapa
waktu yang lalu saya sempat menulis menganai fenomena keberadaan beberapa karya
seni - setidaknya anggapan oleh sebagian orang,- yakni sentuhan grafiti di
beberapa tembok kota. Awalnya saya mengira kegiatan ini akan berakhir dengan
sendirinya, tapi ternyata dugaan saya salah. Beberapa karya seni jalanan mulai
muncul dengan warna-warni kreasi baru khas anak muda yang cendrung bermain
dengan tektur nuansa yang segar dipandang mata.
Bila
boleh menelaah, ada beberapa perbedaan nan mencolok dalam “galeri jalanan” yang
disuguhkan kali ini, setidaknya yang masuk dalam sudut pandang saya. Yang
pertama terlihat adalah kesan-kesan agak sangar mulai terkikis dalam grafiti
yang muncul di pertengahan awal tahun 2013, banyaknya warna-warna yang berani
diekspose menambah daya tarik tersendiri. Saya salut dengan komposisi warna dan
berbagai kombinasi material yang digunakan, kesan akan seni yang tak
“sembarang”, terlihat jelas dengan cukup bersihnya tembok yang digunakan
sebagai kanvas, maksud saya tak ada kesan tak beratur, ini terlihat bagaimana
para Bomber sengaja melapis dinding sehingga karya terdahulu tak tampak,
sehingga tindis-menindis dalam karya baru dan lama dapat diminimalisir.
Guratan
eksotis etnis mulai muncul dalam “pagelaran” kali ini, nuansa etnis berupa ukir
Kalimantan manambah koleksi yang berharga dalam karya anak-anak muda ini,
batasan-batasan mengenai dominasi gender tertentu juga sudah tak lagi tampak,
cukup banyaknya grafiti yang bernuansa “pingky” yang khas Cewek cendrung Funy
walau tak selalu terlihat feminim, seperti salah satu gambar yang menampilkan
seorang gadis sedang berfose layaknya peman sepak bola wanita, kesan akan
kebebasan persamaan gender terasa tertangkap mata, ada juga gambar Helo Kity
yang semasa saya masih belia dulu, figur kartun ini cukup dikenal.
Saya
juga tetap mendapat kesan “maskulin” yang cukup dalam karya, hanya saya kurang
paham apa maksud membubuhkan gambar kepala seekor anjing herder, namun sebagai
penikmat seni, saya anggap itu bagian dari kebebasan berkarya yang dimilki
simpunya grafiti. Saya senang dengan figur karton Sonic alias si Landak biru
secapat kilat, menyiratkan akan simbol bahwa pergerakan kehidupan yang semakin
cepat dan kia harus mampu mengimbanginya jika tak ingin tergilas zaman.
Bila
melihat inisial yang dipambang para bomber, jelas sekali selain cukup akur
dalam berbagi “tembok”, mereka juga sepertinya tidak berasal dari kelompok yang
sama, artinya ada beberapa kelompok komunitas, setidaknya itulah kesan yang
tertangkap mata saya, cukup banyak juga dari pada tahun lalu, ada beberapa nama
seperti Elite Grafity, STB Community Bulungan, dan lain sebagainya.
Apakah
mereka akan terus eksis sebagai “pekerja seni jalanan” seperti yang mereka
tujukan kali ini? biarlah waktu yang berbicara. Sebagai penikmat seni, tentu
saja karya-karya mereka akan terus dinantikan, gembrakan-gembarakan baru
ditunggu selalu untuk memberikan warna tersendiri bagi sudut kota mungil yang
cantik ini. (zee)
Grafity Bulungan Tahun 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar